Selasa, 04 Juni 2013

The Day You Went Away


The Day You Went Away

Main cast : Muhammad Reza Anugrah, Jessica Asyaffa.
Author : Oh Yu Ra a.k.a Luh Ayu Ratnawati
---------------------------------------------------------------------

*16 Agustus 2006*
Brukk….
“Oh God! Tugas-tugas Gue.” Aku mendengus kesal. Gadis itu menabrakku dan hanya menutup mulut dengan tangannya? Benar-benar sok imut. Melihatku yang memasang tampang bete berat, Ia kemudian berjongkok membantuku memunguti lembaran-lembaran tugas milikku yang berserakan dikoridor sekolah.
“I’m so sorry. Gue lagi buru-buru. I must go now. See you.” Dia berlalu dari hadapanku setelah memberiku senyuman termanis yang pernah aku lihat. Aku tercengo menatap kepergiannya. Bagaimana tidak! Walau hanya sekilas memandang, wajahnya terlihat cantik sekali. Sukses membuatku sadar akan ciptaan Tuhan paling indah yang patut di kagumi. Aku menggelengkan kepalaku dan terkekeh kecil. Lalu bergegas masuk ke kelas karena sebentar lagi guru killer yang telah memberiku setumpuk tugas menyulitkan ini pasti akan datang.

*******

“Hi, Lo cowok yang tadi pagi kan? Boleh gue duduk sama Lo?” Suara lembutnya kembali ku dengar. Dan kini tanpa menunggu jawabanku, Ia telah duduk manis di hadapanku yang tengah asyik membaca di meja perpustakaan. Ia memegang sebuah novel, yang aku tau novel itu berjudul “The Day You Went Away”. Entah siapa pengarangnya. Tampaknya novel yang sad ending, terlihat dari covernya yang berwarna kelam. Arrrgh.. kok jadi ngomongin novel sih -_-  Oke, kembali fokus pada gadis aneh itu.
“Hmm.. By the way what is your name?” Aku menggaruk kepala untuk menghilangkan kegugupanku. Entah kenapa aku merasa begitu nervous di hadapan gadis yang satu ini. Biasanya gadis-gadis lah yang ku buat nervous hanya dengan satu tatapan.
“My name is Jessicca Asyaffa. You can call me Jess. How ‘bout you?” Lagi-lagi Ia tersenyum memamerkan lesung pipit di kedua belah pipinya yang chubby. Benar-benar gila!! Satu jam saja aku duduk berhadapan dengan gadis ini, aku akan meleleh di buatnya.
“I’m Reza. Muhammad Reza Anugrah. Kelas XII IPA 3. Lo siswi baru ya? Kelas berapa?” Ia tertawa geli melihatku yang tampak kikuk. Ku pikir wajahku memerah saat ini. Aku ikut tertawa demi menutupi ke-kikuk-anku.
“Yupz. Gue pindahan dari SMA  6 Bandung. Kelas XII IPA 2. You know, Gue  pikir pindah ke Kendari gak akan senyaman ini. Ternyata salah. Gue jatuh cinta sama Kendari sejak pertama gue napakin kaki gue di sini.”
“Kendari emang gak sedingin Bandung. Tapi cukup nyaman lah untuk dihuni. Di bandingkan Jakarta, masih mending Kendari kan?” Jess menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaanku. Lalu Ia kembali menekuni novel yang tadi dibawanya. Suasana hening. Aku sesekali mencuri pandang untuk menatap wajah manisnya. 

*******

Sejak hari yang sunyi diperpustakaan itu, aku dan Jess menjadi sahabat yang tak pernah terpisahkan. Setiap detik ku lewati ditemani oleh tingkah lucu Jessicca. Banyak gadis yang memandang iri saat melihat kami bersama. Termasuk Ratri, gadis yang sejak awal OSPEK sudah mengejar-ngejarku. Aku tak begitu peduli. Yang jelas, aku bahagia bisa selalu dekat dengan Jess. Jess mungkin hanya menganggapku sebagai sahabat, namun aku tidak. Sejak pertama menatap wajahnya saat insiden “tabrakan” itu terjadi, aku telah jatuh cinta. Benar-benar jatuh cinta!!
“Muhammad Reza Anugrah yang sangat-sangat jelek. Apa anda mendengarkan saya? HELLOO!!” Jess melambaikan tangannya dihadapanku. Aku tersentak. Ternyata sedari tadi Jess sedang asyik mengajakku diskusi tentang praktek Fisika yang akan dilaksanakan besok.
“Ehh.. sorry-sorry. Hhehe. Lo tadi bilang apa?” Aku menggaruk kepalaku yang sama sekali tidak gatal.
“CK. Reza mahh gitu sama Jess. Makanya jangan ngelamun siang-siang atuh Akang Reza yang kasepnya kagak ketulungan! Ngelamunin siapa hayoo?” Jess menggodaku dengan aksen Sundanese-nya yang cukup lumayan, lalu mencubit hidungku. Refleks aku memegang tangan Jess yang masih berada diwajahku. Jess tersipu malu dan segera menarik tangannya.
“Kalo gue ngelamunin Lo, boleh gak?” Aku memainkan alisku, balik menggoda Jess.
“Sok atuh. Nyadar deh Lo kalo gue pantes dikhayalin. Gue kan cantik bin imut.” Ku lihat wajah Jess merah padam menjawab godaan yang ku lontarkan tadi. Ia tampak begitu gugup.
“Ya udah deh, Za. Gue mau pulang. Ini kan udah sore, ntar gue diomelin bunda. Siap-siap buat praktek besok ya, Za! Fisika loh, Za. Fisika!!” Jess meraih tasnya sambil mewanti-wanti aku tentang besok. Mimiknya terlihat sangat serius. Aku tertawa kecil dan mengacak rambut lurus sepinggang yang dibiarkannya terurai. Walau kami tak sekelas, Ia tau aku sangat menyukai Fisika. Ya, bisa dibilang aku cukup ahli di mata pelajaran yang satu ini. Buktinya dari sekian banyak piala yang berjejer di lemari kaca kamarku, sebagian besar adalah piala dari olimpiade Fisika yang ku ikuti. Aku mengerti maksud Jess. Jess ingin aku mengajarinya tentang teori Archimedes yang akan dipraktekkan besok.

*******

Bel tanda jam sekolah usai telah menjerit (?).  Usai sudah perjuanganku selama tiga tahun di sekolah ini. Tinggal menunggu hasilnya. Jess menghampiriku di kelas dan menyeretku menuju tempat parkir. Entah sengaja atau tidak, Jess menggandeng lenganku bagai seorang gadis yang menggelayut manja pada kekasihnya. Aku merasa melayang. Detak jantungku bagai berpacu disirkuit F1, cepat sekali. Aku bisa mendengar gemuruh di dadaku, namun kuharap Jess tak mendengarnya. Oh Tuhan, aku benar-benar jatuh cinta pada Jess. Senyumnya, tawanya, emosinya, tangisnya, dan semua hal yang menyangkut tentangnya pasti akan membuatku tak bisa memejamkan mataku saat malam hari. Arrghh.. aku harus mengatakannya pada Jess sebelum terlambat. Semoga saja Jess menganggap ini tidak terlalu cepat untuk mengatakan CINTA.
“Jess, satnite ntar malam kita jalan yuk!” Keringat dingin mengalir dipelipisku. Aku sangat berharap Ia akan tersenyum manis dan menganggukan kepalanya.
“Really? Why not, Za. Kita akan kemana?” Ku lihat mata Jess berbinar saat mengucapkan kata-kata itu. Bahkan pipinya mulai di jalari rona merah.  Benar-benar menggemaskan!! Aku hanya tertawa dan mengedikkan bahu yang menandakan tempat yang akan kami tuju nanti malam sangat rahasia. Jess mengerucutkan bibirnya lalu memukul bahuku pelan dan berlalu dari hadapanku.
“Hey, Nona manyun. Tunggu!!” Aku berlari mengejarnya. Setelah berhasil mensejajarkan posisiku dengannya, aku merangkulnya. Ia tampak tersipu. Darahku serasa mengalir lebih cepat. Entah mengapa aku sangat yakin bahwa Jess juga menyukaiku. Hari ini aku mengantar Jess pulang.

*******

Jess merapatkan sweater pink yang dikenakannya. Mungkin udara di Kendari Beach ini termasuk dingin. Walau tak sedingin kota Bandung tentunya. Sementara aku sibuk mengusap-usap bahuku yang terasa beku. Saking senangnya bisa jalan bersama Jess, aku sampai lupa membawa jaketku. Tapi tak apa, menatap wajah Jess sudah cukup untuk membuat suhu badanku meningkat beberapa derajat.
“Za, dingin juga ya di sini.” Jess merapatkan badannya ke arahku yang sedang menatap debur ombak demi mengalihkan perhatianku dari Jess.
“Ehmm.. Iya. Oh ya.  Jess, kamu percaya ungkapan jatuh cinta pada pandangan pertama?” Aku menggenggam tangan Jess namun pandanganku tetap mengarah pada debur ombak.  Jess berbalik menatapku heran. Oh God! Aku bisa merasakan suhu tubuhnya meningkat. Dan seandainya cahaya lebih terang, pasti akan terlihat wajahnya yang memerah.
“Pernah. I have been felt just fall in love to someone special on the first sight. And I still love him right now.” Jess menarik lembut tangannya dari genggamanku lalu memalingkan wajahnya memandang orang-orang yang lalu lalang. Aku sedikit shock mendengar pernyataannya. Jadi, Ia sudah memiliki orang yang Ia sayangi. Aku pun mengurungkan niatku untuk mengungkapkan perasaanku padanya. Aku kecewa. Biarlah ku pendam saja rasaku ini.

*******

Aku melirik jam tangan yang melingkar dipergelangan tanganku, sudah pukul 7.30. Tak seperti biasanya Jess belum juga muncul dari rumahnya. Aku gelisah menunggu didepan gerbang rumahnya. Memang sejak pulang dari Kendari Beach semalam Jess tak bisa kuhubungi. Sms yang ku kirim selalu pending. Ku coba juga hubungi nomornya tetapi tidak aktif. Kemana gadis anehku itu? Tak taukah Ia bahwa aku merindukannya. Oh tidak.. Aku bahkan sangat-sangat merindukannya.
“Selamat pagi, Mas Reza. Nunggu nona Jessicca ya? Maaf sebelumnya. Mas. Tapi, nona Jessicca sudah berangkat ke Jepang tadi malam. Dia memutuskan buat ikut nyonya kesana.” Satpam rumah Jess memberiku berita yang cukup membuatku jantungan pagi-pagi begini.
“Jess, setega itukah Lo sama gue? Kalaupun Lo gak bisa suka sama gue, setidaknya biarin gue tetap disamping Lo. Supaya gue punya semangat untuk hidup, Jess. Enggak kayak sekarang ini.” Aku menundukan kepalaku, berusaha menahan cairan bening yang hangat ini agar tak jatuh. Tapi tak bisa. Tangis ini tak bisa ku bendung lagi. Arrgghh.. Aku butuh hiburan sekarang.

*******

*5 tahun kemudian, 9 Agustus 2013*
“Brengs*k!! Lo tuh berubah tau gak. Lo bukan lagi Reza yang dulu gue kenal waktu OSPEK SMA. Reza yang kalem, baik dan pinter. Sekarang, Lo gak lebih dari seorang bajing*n. gue benci Lo, Za.” Ratri menangis dan menamparku. Aku hanya terkekeh geli seraya memegang pipiku yang terasa memanas.
“Bukan gue yang bajing*n. tapi Elo yang murahan, nona Ratri. Cihh” Aku meludah tepat dihadapan Ratri. Kemudian meninggalkannya dalam keadaan histeris dan mengucap sumpah serapah.
Yupz. Aku sekarang adalah seorang polisi muda, polisi muda yang bajing*n. Aku suka mempermainkan  perempuan. Ratri telah menjadi salah satu dari sekian gadis yang ku permainkan. Dan tadi Ia baru saja memergoki aku tengah menggandeng gadis lain yang lebih cantik darinya. Itu hanya bagian dari ekspresi sakit hatiku pada Jess. Balas dendam? Ya. Bisa dikatakan demikian. Aku melampiaskan dendamku pada gadis lain yang sebenarnya tak bersalah, mereka kuanggap Jess. Mungkin banyak yang berpikir aku sangat kejam. Tapi aku tak perduli. Tohh mereka tak pernah tau rasanya jadi aku. Jess itu cinta pertamaku dan Ia pergi meninggalkan aku bahkan tanpa sepatah kata pun. Bisa bayangkan bagaimana hancurnya hatiku kan? Rasanya seperti disayat menggunakan silet tipis yang begitu tajam, kemudian disiram dengan air. Air garam tentunya. Perih. Sangat perih.

*******

Sore ini aku berada ditaman kota untuk me-refresh otakku yang terasa penat. Aku bersiul riang membayangkan gadis-gadis cantik yang bisa kutemui disini. Oh God. Korban baru lagi. Ckck. Aku berjalan menunduk seraya menendang kerikil yang seakan menghalangi langkahku. Tiba-tiba saja..
Brukk…. Aku terjatuh akibat tubuhku secara tak sengaja ditabrak oleh seseorang. Aku mengepalkan tangan. Bersiap untuk bangkit dan memaki ataupun bersiap untu berpura-pura kesakitan saat tau yang menabrakku adalah gadis yang cantik. Oke, ku akui itu terlalu lebay. Tapi tak apa. aku tersenyum jail.
“Are you okay? I’m so sorry. Tadi ada yang dorong aku dari belakang.” Suaranya yang lembut itu terdengar bagai petir di telingaku. Aku mengenalinya. Ya, itu suaranya. Suara Jess. Aku mendongak untuk memastikan.
“Jessicca?” Mata gadis itu membulat saat melihat wajahku. Apa aku tampak seperti hantu? Tentu tidak. Hanya saja sekilas aku melihat wajahnya berubah sayu. Ada perasaan bersalah terselip dimatanya. Ia menarik tanganku menuju mobilnya. Dan anehnya aku pun tak berusaha menolak atau meminta penjelasan atas “penarikan tangan sepihak” yang dilakukannya. Ditengah perjalanan, aku juga tak mengeluarkan sepatah kata pun. Mendadak aku jadi bisu. Kemana Ia membawaku? Jess menghentikan mobilnya digarasi sebuah rumah. Hey tunggu! Ini kan rumahnya. Untuk apa Ia membawaku kesini?
 
*******

Reza’s POV
Ditaman belakang rumahnya yang sunyi, aku dan Jess tengah berdiri berhadapan dengan jarak yang tak begitu jauh. Jess memandang sendu tepat di manik mataku, seakan menembus ke relung hatiku. Aku menarik sudut bibirku membentuk senyuman sinis. Aku tak ingin mendengarkan penjelasan yang Jess coba ungkapkan.
“Udahlah, Jess. Percuma Lo jelasin semuanya ke gue. Gue udah hancur. Gue udah gak pantes buat Lo. Lo harus dapatkan cowok yang lebih baik dari Gue. Jangan ganggu gue, Jess. Jangan harapkan gue lagi. Udah cukup gue hancur karena Lo. Anggep aja Lo gak pernah kenal sama gue. Anggep gue udah mati.” Jess menundukan kepalanya. Tampaknya Ia tak sanggup lagi menahan sungai tangisan yang sejak tadi dibendungnya. Butiran bening mengalir deras dipipinya yang tetap chubby seperti dulu. Aku mengalihkan pandanganku. Aku tak sanggup melihat Jess menangis dihadapanku. Sejujurnya, aku masih mencintai Jessicca. Bahkan hingga kini aku masih tak bisa melupakannya. Aku mengepalkan tanganku, berusaha menahan diriku agar  tak memeluk Jess. Ingin rasanya ku hapus air mata yang merusak wajah cantiknya. Tapi, masih terbayang diingatanku saat Jess pergi tanpa kata perpisahan padaku. Dan selama 5 tahun, Jess tak memberi kabar padaku. Kini, Jess kembali muncul. Mengatakan kalau dulu Ia juga menyukaiku dan mengharap aku masih memberi kesempatan untuknya. Sayangnya, Jess tak pernah tau betapa sakit hatiku karena terlalu merindukannya. Tawa lucunya, senyum manisnya dan raut wajah marahnya selama sebulan tak bisa ku lupakan begitu saja.
Aku menggigit bibirku sendiri. Pandanganku mulai buram. Tuhan! Aku gak mau menangis disini. Tidak didepan Jess. Dengan cepat aku membalikkan tubuhku dan berlalu dari hadapan Jessicca. Meninggalkan sosoknya yang tengah diselimuti oleh kabut kesedihan. Sendirian!!

Jessicca’s POV
Begitu Reza menghilang dibalik pintu rumahku, aku merasa kakiku tak cukup kuat lagi untuk menopang tubuhku. Aku jatuh terduduk, meraasa lumpuh sementara. Tak pernah ku bayangkan bahwa perubahan pada diri Reza begitu besar. Ku pikir Ia mau mengerti dengan keadaanku. Tapi ternyata, kesalahanku begitu besar.
Begitu dalamkah luka yang telah ku goreskan di hati Reza? Hingga Reza tak mau memberiku kesempatan bahkan hanya untuk menjelaskan alasan mengapa aku menghilang begitu saja dari hidupnya. Tiba-tiba terlintas sebuah ide gila dibenakku. Mengikuti kemana pun Reza pergi!! Ide itu membakar kembali api semangatku yang surut. Aku bangkit perlahan, menyeka air mataku. Aku merogoh saku celanaku dan mengambil handphoneku. Mengetikkan beberapa kalimat disana lalu mengirimnya untuk Reza.

*******

Reza’s POV
Gue takut Lo jauh dari gue. Dari dulu sampe sekarang selalu begitu. Gue mau Lo disini, nemenin gue setiap saat. Gue gak akan sia-siain Lo lagi, Za. Gue sayang banget sama Lo. Tanpa Lo, gue bakal MATI. –Jessicca-
Aku membuang hapeku ke ranjang setelah membaca sms yang dikirimkan oleh Jess.
“CK. Kenapa pake tulis mati segala sihh? Bikin merinding aja. Dasar aneh. Tau nomor gue darimana lagi tuh anak?” aku mengumpat dalam hati dan mengambil figura yang ada diatas rak bukuku. Fotoku dan Jess! Saat itu Jess tengah tertawa manja di pelukanku. Manis sekali. Terlalu mesra hanya untuk jadi sekedar sahabat. Aku menatap potret masa lalu. Tanpa ku sadari, air mata mulai membasahi pipiku.
“Jess, gue kangen banget sama Lo. Kenapa Lo gak coba ngerti, Jess? Kenapa?” Samar-samar aku menggumam diantara sedu-sedanku itu. Orang gila pun tau kalau aku tengah menangisi takdirku!

*******

*10 Agustus 2013*
Aku melangkahkan kakiku dengan santai. Hari ini aku akan menuju ke tempat kerjaku. Aku mendapat telepon dari Bripda Anisa bahwa akan ada razia yang dilakukan oleh Polres Kendari. Namun, saat akan membuka pintu mobil, mataku melihat ada sebuah kotak merah berpita kuning yang tampaknya sengaja diletakkan oleh seseorang diatas kap mobilku. Aku mengernyitkan dahi dan membuka kotak itu dengan penuh rasa penasaran. Oh God!! Isi dari kotak itu membuatku murung. Aku menemukan sebuah miniatur tentara yang sedang berdiri tegap dengan gagahnya seraya memegang senjata. Itu benda favoriteku. No. No. bukan itu yang membuatku tertarik. Melainkan sebuah note kecil yang disisipkan disana, ada yang membuat hatiku tergerak ingin membacanya.
“ Bripda Muhammad Reza Anugrah. Gue tau sekarang Lo adalah
seorang polisi muda. Tapi, gue Yakin Lo masih suka
sama boneka ini. Please, don’t forget me! –Jess-“
Seketika aku tercekat. Aku tak pernah menyangka kalau Jess masih tetap mengingat hal sekecil itu. Aku pikir Jess sudah melupakan segalanya tentangku.
“Thanks, Jess.” Ketusku seraya melempar kotak itu ke jok belakang. Mobilku melaju perlahan menuju jalanan. Ikut berbaur bersama mobil yang lain dan pengemudinya yang mungkin tak tertekan sepertiku.

*******

“Selamat siang, Bripda Reza. Ada paket kiriman untuk anda? Apa bisa saya bawa masuk ke ruangan anda?” Anisa, Polwan manis yang sedang piket bertanya padaku dengan nada sopan melalui sambungan telepon. Aku memang jarang mau menemui seseorang saat aku sedang berada diruanganku, apalagi setelah melakukan razia seperti ini.
“Hmm.. Boleh lah. Bawa saja masuk.” Pintaku pada Anisa.
Tok.. Tok.. Tok..
“Masuklah. Pintunya tidak dikunci.” Jawabku pelan. Kemudian dari balik pintu muncullah seorang Polwan cantik membawa kotak merah berpita kuning. Wajahku memucat. Hey, kenapa? Itu hanya Bripda Anisa. Bukan, bukan. Bukan Bripda Anisa yang membuatku seperti ini. Tetapi, paket kiriman yang sedang dipegangnya saat ini. Paket itu adalah kotak yang sama dengan kotak yang ku temukan tadi pagi diatas kap mobilku. Jangan-jangan kiriman dari Jess lagi. Bripda Anisa tampak panic melihat wajahku yang seputih kertas.
“Bripda Reza, anda baik-baik saja kan?” aku mengangguk perlahan mendengar pertanyaan dari Bripda Anisa. Lalu dengan isyarat tangan aku menyuruhnya keluar dari ruanganku. Bripda Anisa mengerti lalu meletakkan kotak itu dimejaku sebelum Ia meninggalkanku sendirian.
Hi, Bripda Rezaku. Lo udah makan siang? Btw,
Gue pengen ngasih novel ini ke Elo. Lo masih
Inget kan sama novel yang gue baca pas pertama
Kali gue duduk dihadapan Lo di perustakaan?
Alur ceritanya keren loh. Mirip banget sama kita.
Tapi, endingnya sedih. Semoga ending kita gak
Sedih ya, Za. Hope you like, Za. –Jess-
Aku mengambil novel yang ada dalam kotak tersebut. Perlahan ku buka lembaran-lembaran yang tulisannya mulai pudar. Sesekali aku tersenyum membaca cerita awalnya yang penuh kebahagiaan. Aku serasa kembali ke masa-masa SMA, masa di mana aku mengenal Jess. Aku larut dalam alur cerita novel itu. Satu jam berlalu, aku sampai melupakan waktu makan siangku demi menyelesaikan membaca novel ini. Hingga tiba saat aku membaca ending dari ceritanya. Sungguh menyesakkan. Benar kata Jess!! Ini sangat mirip dengan kisahku dan Jess. Ending novel yang ku baca ini sangat tragis. Aku tak bisa membayangkan jika ini harus terjadi padaku. Entahlah. Aku tak akan mampu memaafkan diriku sendiri. Oh, tak terasa air mataku mengalir. Aku mengingat kembali saat-saat dimana Jess meninggalkanku. Aku merasa pusing, pandanganku gelap. Dan aku tak ingat apa-apa lagi.

*******

*13 Agustus 2013*
Aku berdiri dibawah sebuah pohon yang rindang, menatap hamparan padang rumput yang luas. Tiba-tiba, Jess sudah ada disampingku.
“Jess, sedang apa kamu disini? Ngikutin aku yaa?” Kamu? Sejak kapan aku menggunakan kata –kata menjijikkan itu pada Jess, biasanya aku menggunakan Lo-gue. Entahlah. Saat ini lidahku kelu jika harus menggunakan Lo-gue pada bidadari hidupku yang satu ini.
“Ihh.. Reza pede abis deh. Enggak kok. Jess kesini mau ketemu Reza untuk yang terakhir kalinya atuh.” Jess menjulurkan lidahnya. Membuatku semakin gemas pada gadis aneh ini.
“Emangnya kamu mau kemana, Jess? Kembali ke Jepang lagi, ninggalin aku untuk yang kedua kalinya gitu?”
“Enggak gitu, Za.” Jess memelukku erat, seakan tak ingin melepasku lagi.
“Jess, kau sayang padaku kan?” Tanyaku perlahan. Jess menarik tubuhnya dari pelukanku, menatapku dengan tangannya yang  masih melingkar di pinggangku. Darahku berdesir. Jess menganggukan kepalanya mantap. Lalu kembali memelukku. Aku tersenyum. Ku belai rambutnya lembut dan ku kecup puncak kepala gadis yang selalu berhasil membuatku nyaris gila karena merindukannya.
“Terus, kenapa Jess mau pergi lagi?”
“Aku gak sanggup begini terus. Aku ngerasa bersalah. Aku bukan gadis yang baik buat kamu. Aku udah pernah ninggalin kamu, Za. Aku udah nyakitin kamu. Jadi, aku bener-bener harus pergi. Maafin aku ya, Za. Aku sayang banget sama kamu. Aishiteru!!” Jess mendorong tubuhku hingga aku terjatuh lalu berlari menjauhiku seraya menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Aku berusaha lari mengejarnya. Namun, tak ada tanda-tanda bahwa ada orang lain ditempat ini. Aku sendirian. Aku tak percaya ini. Aku terus berlari hingga aku jatuh pingsan karena kelelahan.

*******

Sinar matahari serasa mengiris kedua bola mataku. Aku mencium bau obat-obatan diruangan serba putih ini. Aku mencoba menggerakkan tangan kananku, tapi sangat berat. Mataku menangkap sosok gadis yang tertidur sambil menggenggam tanganku. Aku mengelus rambutnya. Ia menggeliat perlahan, nampaknya Ia terusik.
“Reza, Lo udah bangun. Tunggu, gue panggil dokter dulu.” Gadis itu memekik riang lalu meninggalkan aku yang terpaku. Tak lama berselang, seorang dokter muda menghampiriku.
“Selamat pagi, Tuan Reza. Maaf, saya harus memeriksa keadaan anda.” Dokter muda itu mengeluarkan stetoskopnya dan mulai memeriksa keadaanku. Aku hanya terdiam.
“Oh, kondisi anda cukup baik sekarang. Besok mungkin anda sudah boleh pulang.”
“Apa yang terjadi pada saya, Dok? Kenapa saya bisa ada disini?” aku bertanya dengan nada heran. Dokter itu tersenyum ramah.
“3 hari yang lalu Bripda Anisa menemukan anda dalam keadaan pingsan diruangan anda, Tuan Reza. Tampaknya anda mempunyai beban pikiran yang membuat kondisi anda begitu buruk. Setelah ini, jangan terlalu banyak pikiran dulu ya.” Dokter itu berlalu dari hadapanku.
“Jadi, gue udah pingsan selama 3 hari. Hebat! Gara-gara baca novel itu, gue jadi inget masa lalu. Terus, yang tadi dipadang rumput itu apa? Mimpi kah? Apa maksudnya semua itu?” Aku mengoceh sendiri. Hingga dari balik pintu muncul seorang gadis yang selama ini menghantui pikiranku. Jessicca!
“Hai. You look so cute now” Tiba-tiba saja gadis aneh itu mengangkat jari telunjuk dan jari tengah untuk memberiku tanda damai. Sial!! Gadis ini bahkan memujiku saat aku merasa telah menjadi mayat hidup seperti ini.
“Really? I think not so. Like a zombie.” Jess menyeringai mendengar perkataanku yang ku rasa agak ketus padanya.
“Lebih baik Lo pergi sekarang. Jangan pernah lagi Lo hadir dihidup gue, gue akan semakin sakit kalo Lo ada disini.” Aku meneruskan kata-kataku saat melihat Ia begitu bahagia bisa mendengar suaraku. Ku lihat matanya berkaca-kaca.
“Tapi…”
“Gue gak mau denger tapi-tapian. Pergi sekarang. PERGIII!!!” Jess menatapku. Airmata mengalir dipipinya.
“Gue belum nyerah. Besok gue datang lagi.” Aku masih bisa mendengar kata-katanya walau Ia tampak sedang berbisik. Aku membalikan badanku membelakanginya. Aku harap Ia tak akan mendengar isak tangis yang sejak tadi ku tahan. Ku dengar Ia melangkah keluar dari kamar rawatku. Langkahnya semakin menjauh di koridor rumah sakit yang lengang. Aku menggigit bibirku untuk menahan teriakan yang benar-benar ingin ku keluarkan.
*******
*16 Agustus 2013*
Aku melangkah keluar dari rumah sakit. Untung saja gadis aneh itu belum muncul sehingga tak ada yang mengacaukan awal hariku. Namun, ada rasa aneh merambat dihatiku. Aku merindukannya sekarang. Merindukan sosoknya yang selalu mencoba membuat hari-hariku menjadi rancu. Bahkan sekarang aku tersenyum sendiri saat mengingat tingkahnya. CK.
Tunggu dulu! Ku pikir aku baru saja bersyukur sekaligus merasa kehilangan karena ke-tiada-annya. Mengapa sekarang Ia bisa berdiri didepanku?
“Ohayou gozaimasu. Ogenki desuka?” Gila!! Ia tersenyum menyapaku dengan bahasa asing yang tak ku mengerti sama sekali. Benar-benar gadis aneh!! Senyuman dan sapaan anehnya itu sukses membuat mataku membulat. Ia menyadari kekonyolannnya seraya terkekeh kecil dan menggaruk kepalanya.
“Hey gadis aneh!! Sudah berulang kali gue bilang sama Lo, jangan pernah hadir di hidup gue lagi. Lo gak ngerti bahasa Indonesia hah? Ohh.. Mungkin gue harus make bahasa aneh juga supaya Lo ngerti. Ya, ya. Itu option yang tepat. Gue minta sekali lagi, Lo pergi.” Emosiku mencapai puncaknya. Aku memang merindukannya, tapi aku juga muak melihat wajah cantiknya. Aku muak melihat bayangan masa lalu dimatanya. Wajahnya tampak pias, pucat bagai tak ada darah yang mengalir disana. Ia terisak menyadari luapan emosiku.
“Pergi atau Lo gak bakal pernah liat gue lagi.” Aku membentak Jess, gadis anehku dulu. Ya, dulu. Sekarang bukan lagi. Aku melihatnya tak juga bergeming dari tempatnya berpijak. Aku mendengus kesal lalu melangkah meninggalkannya.
“Rezaaaaaa!!! Gue capek, Za. Gue udah berusaha buktiin sayang gue ke Elo. Tapi kenapa Lo masih gak bisa maafin gue? Gue cuma mau Lo stay disini sama gue. Aishiteru, Bripda Muhammad Reza Anugrah.” Jess berteriak didepan rumah sakit seakan tak ada lagi manusia yang melihatnya selain aku. Aku tetap melangkah tenang. Seolah menutup mata dan telinga, aku memilih untuk menyeberang ke tepi jalan yang lainnya agar terhindar dari aksi gila gadis aneh bernama Jess. aku sama sekali tak menyadari kalau Jess mengejarku.
“Reza!! Tunggu gu--“
Cittt… Brakk..
“Aaaaaaaarrgghh“
“Jessicca.” Lirihku. Aku berbalik melihatnya! Melihat tubuh Jess yang telah  terhempas dijalanan, berselimutkan darah. Aku tak percaya dengan apa yang barusan ku lihat. Gadis yang ku cintai dihantam kasar oleh sebuah Avanza berwarna silver yang melaju kencang. Kejadian itu tepat didepan mataku namun aku tak mampu menolong gadisku. Aku melempar koperku begitu saja dan segera berlari kearah orang-orang yang berkerumun disekeliling Jess.
“Jess, gue udah disini, nemenin Lo. Lo bangun dong. Ketawa lagi, senyum lagi, buat gue marah lagi, please. Gue janji, gue gak bakal cuekin Lo, gak bakal bentak Lo lagi deh. Please, Jess. Gue sayang sama Lo. Jangan tinggalin gue. Peluk gue, Jess. peluk gue, Jessiccaaaa!!” Aku mengguncang tubuhnya. Jess membuka mata perlahan. Ia masih hidup. Aku tau ia tak akan meninggalkanku. Jess berusaha tersenyum walau ku tau Ia menahan sakit disekujur tubuhnya. Ia gadis paling tegar yang pernah ku kenal. Jess menghapus airmataku lembut.
“Za, makasih.  Jangan nangis, Za. Buat gue, tau Lo masih sayang sama gue aja udah bikin gue seneng. Gu- gue sa-ya-ng sa-ma Lo, Za.” Tangan Jess yang tadi mengusap pipiku terkulai lemas. Tim medis terlambat, Jess telah pergi. Aku meraung histeris. Memeluk tubuh Jessicca yang telah ditinggalkan oleh rohnya. Orang-orang menatapku iba. Aku tak peduli apa yang mereka katakan. Yang ingin ku dengar sekarang hanya suara Jess. aku berharap semua ini hanya mimpi.

And we were letting go of something special
Something we’ll never have again
I know, I guess I really really know
Well hey.. So much I need to say
Been lonely since the day
The day you went away
So sad but true
For me there’s only you
Been crying since the day
The day you went away
(M2M – The Day You Went Away)

*******

Seusai pemakaman Jess, aku membuka kotak merah berpita kuning lusuh yang kutemukan ditasnya saat tabrakan itu terjadi. Kali ini, isinya adalah miniatur  tentara dan dokter wanita yang sedang bergandeng tangan. Aku yakin miniatur  ini melambangkan aku dan Jess. Karena aku baru saja mengetahui kalau Jess telah berhasil menjadi seorang dokter. Aku menghapus air mataku yang menetes. Tanganku bergetar saat membuka surat yang ada didalam kotak tersebut, aku mulai mengeja kata demi kata.
Bripda Reza. Lo tau, ngikutin Lo itu ternyata capek juga ya?
Tapi, demi buktiin sayang gue ke Elo, gue rela kok. Gue
emang salah udah ninggalin Lo tanpa pamit. Tapi gue
punya alasannya, Za. Jadi gini, waktu pulang dari Kendari
Beach malam itu, Bunda langsung ngajak gue ke Jepang
karena ada pekerjaan Ayah yang harus dilakukan disana selama
5 tahun. Gue terpaksa ikut mereka. Apalagi Bunda udah
ngurus surat pindah gue. Di bandara, tas gue dijambret. Hape
gue ada didalam tas itu, Za. Maka dari itu gue gak ngasih kabar
ke Elo. Disana, gue coba nyari Lo di jejaring sosial. Tapi
gak ada. Karena gue tau Lo gak pernah mau punya akun
Facebook ataupun Twitter, Lo pernah bilang jejaring sosial
gak penting buat Lo. Gue kehilangan semangat, Za.
Asal Lo tau, hati gue gak pernah terbagi. Dari dulu sampe
sekarang, cuma ada Lo di hati Gue. Lo gak tergantikan, Za.
Gue gak peduli gimana Lo sekarang. Yang gue pengen, kita
kayak dulu lagi. Ketawa bareng, nangis bareng. Za,
please balik sama gue. Watashi wa anata o aishite, Za.
-dr. Jessicca Assyaffa-
Kontan wajahku memucat, tangisku pecah seketika. Aku menyesal. Bahkan sangat-sangat menyesal tak pernah mau mendengarkan penjelasannya. Saat itu, aku menyadari Jess telah menjadi korban keegoisanku. Alur cerita novel favorite Jess dan mimpiku saat aku pingsan dirumah sakit telah menjadi kenyataan. Seandainya aku mau mendengar penjelasan Jess. Seandainya aku tak egois. Seandainya aku mau menunggu Jess menyeberang jalan. Seandainya….

*******

*16 Agustus 2014*
Hari ini aku sedang jalan-jalan di taman kota. Aku baru saja pulang dari makam Jess. Aku baru saja berjanji pada Jess untuk berubah. Aku ingin kembali menjadi Reza yang dikenal yang kalem dan baik. Namun aku tetap tak mempunyai kekasih. Aku tak mau ada gadis yang menggantikan tempat Jess dihatiku. Jess itu tak tergantikan!! Aku berjalan menunduk seraya menendang-nendang kaleng softdrink yang barusan habis ku tenggak. Suasana begitu lengang karena hujan turun rintik-rintik. Tiba-tiba..
Brukk…
“Aww.. Basah deh” Seorang gadis yang  memakai jeans dan kaus berlengan panjang warna pink terlihat buru-buru menunduk memungut payungnya yang terjatuh akibat benturan tubuhku. Aku masih menunggu gadis itu menatapku, aku ingin meminta maaf. Namun saat gadis itu menunjukkan wajahnya,
“Jessicca?” Aku menutup mulutku yang ternganga demi melihat wajah gadis itu. Gadis itu menoleh ke kanan dan kiri. Lalu menatapku bingung. Ia menunjuk dirinya sendiri.
“Aku??”

Never mind I’ll find someone like you
I wish nothing but the best for you too
“Don’t forget me” I begged
I remember you said
Sometimes in last in love
The sometimes is hurt instead
(Adele – Someone Like You)

~The End~