The Day You Went Away
Main cast : Muhammad Reza Anugrah, Jessica Asyaffa.
Author : Oh Yu Ra a.k.a Luh Ayu Ratnawati
Author : Oh Yu Ra a.k.a Luh Ayu Ratnawati
---------------------------------------------------------------------
*16 Agustus 2006*
Brukk….
“Oh God! Tugas-tugas Gue.” Aku mendengus kesal. Gadis
itu menabrakku dan hanya menutup mulut dengan tangannya? Benar-benar sok imut.
Melihatku yang memasang tampang bete berat, Ia kemudian berjongkok membantuku
memunguti lembaran-lembaran tugas milikku yang berserakan dikoridor sekolah.
“I’m so sorry. Gue lagi buru-buru. I must go now. See
you.” Dia berlalu dari hadapanku setelah memberiku senyuman termanis yang
pernah aku lihat. Aku tercengo menatap kepergiannya. Bagaimana tidak! Walau
hanya sekilas memandang, wajahnya terlihat cantik sekali. Sukses membuatku
sadar akan ciptaan Tuhan paling indah yang patut di kagumi. Aku menggelengkan
kepalaku dan terkekeh kecil. Lalu bergegas masuk ke kelas karena sebentar lagi
guru killer yang telah memberiku setumpuk tugas menyulitkan ini pasti akan
datang.
*******
“Hi, Lo cowok yang tadi pagi kan? Boleh gue duduk sama
Lo?” Suara lembutnya kembali ku dengar. Dan kini tanpa menunggu jawabanku, Ia
telah duduk manis di hadapanku yang tengah asyik membaca di meja perpustakaan.
Ia memegang sebuah novel, yang aku tau novel itu berjudul “The Day You Went
Away”. Entah siapa pengarangnya. Tampaknya novel yang sad ending, terlihat dari
covernya yang berwarna kelam. Arrrgh.. kok jadi ngomongin novel sih -_- Oke, kembali fokus pada gadis aneh itu.
“Hmm.. By the way what is your name?” Aku menggaruk
kepala untuk menghilangkan kegugupanku. Entah kenapa aku merasa begitu nervous
di hadapan gadis yang satu ini. Biasanya gadis-gadis lah yang ku buat nervous
hanya dengan satu tatapan.
“My name is Jessicca Asyaffa. You can call me Jess.
How ‘bout you?” Lagi-lagi Ia tersenyum memamerkan lesung pipit di kedua belah
pipinya yang chubby. Benar-benar gila!! Satu jam saja aku duduk berhadapan
dengan gadis ini, aku akan meleleh di buatnya.
“I’m Reza. Muhammad Reza Anugrah. Kelas XII IPA 3. Lo
siswi baru ya? Kelas berapa?” Ia tertawa geli melihatku yang tampak kikuk. Ku
pikir wajahku memerah saat ini. Aku ikut tertawa demi menutupi ke-kikuk-anku.
“Yupz. Gue pindahan dari SMA 6 Bandung. Kelas XII IPA 2. You know,
Gue pikir pindah ke Kendari gak akan
senyaman ini. Ternyata salah. Gue jatuh cinta sama Kendari sejak pertama gue
napakin kaki gue di sini.”
“Kendari emang gak sedingin Bandung. Tapi cukup nyaman
lah untuk dihuni. Di bandingkan Jakarta, masih mending Kendari kan?” Jess
menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaanku. Lalu Ia kembali menekuni novel
yang tadi dibawanya. Suasana hening. Aku sesekali mencuri pandang untuk menatap
wajah manisnya.
*******
Sejak hari yang sunyi diperpustakaan itu, aku dan Jess
menjadi sahabat yang tak pernah terpisahkan. Setiap detik ku lewati ditemani
oleh tingkah lucu Jessicca. Banyak gadis yang memandang iri saat melihat kami
bersama. Termasuk Ratri, gadis yang sejak awal OSPEK sudah mengejar-ngejarku.
Aku tak begitu peduli. Yang jelas, aku bahagia bisa selalu dekat dengan Jess.
Jess mungkin hanya menganggapku sebagai sahabat, namun aku tidak. Sejak pertama
menatap wajahnya saat insiden “tabrakan” itu terjadi, aku telah jatuh cinta.
Benar-benar jatuh cinta!!
“Muhammad Reza Anugrah yang sangat-sangat jelek. Apa anda
mendengarkan saya? HELLOO!!” Jess melambaikan tangannya dihadapanku. Aku
tersentak. Ternyata sedari tadi Jess sedang asyik mengajakku diskusi tentang
praktek Fisika yang akan dilaksanakan besok.
“Ehh.. sorry-sorry. Hhehe. Lo tadi bilang apa?” Aku
menggaruk kepalaku yang sama sekali tidak gatal.
“CK. Reza mahh gitu sama Jess. Makanya jangan ngelamun
siang-siang atuh Akang Reza yang kasepnya kagak ketulungan! Ngelamunin siapa
hayoo?” Jess menggodaku dengan aksen Sundanese-nya yang cukup lumayan, lalu
mencubit hidungku. Refleks aku memegang tangan Jess yang masih berada
diwajahku. Jess tersipu malu dan segera menarik tangannya.
“Kalo gue ngelamunin Lo, boleh gak?” Aku memainkan
alisku, balik menggoda Jess.
“Sok atuh. Nyadar deh Lo kalo gue pantes dikhayalin.
Gue kan cantik bin imut.” Ku lihat wajah Jess merah padam menjawab godaan yang
ku lontarkan tadi. Ia tampak begitu gugup.
“Ya udah deh, Za. Gue mau pulang. Ini kan udah sore,
ntar gue diomelin bunda. Siap-siap buat praktek besok ya, Za! Fisika loh, Za.
Fisika!!” Jess meraih tasnya sambil mewanti-wanti aku tentang besok. Mimiknya
terlihat sangat serius. Aku tertawa kecil dan mengacak rambut lurus sepinggang
yang dibiarkannya terurai. Walau kami tak sekelas, Ia tau aku sangat menyukai
Fisika. Ya, bisa dibilang aku cukup ahli di mata pelajaran yang satu ini.
Buktinya dari sekian banyak piala yang berjejer di lemari kaca kamarku,
sebagian besar adalah piala dari olimpiade Fisika yang ku ikuti. Aku mengerti
maksud Jess. Jess ingin aku mengajarinya tentang teori Archimedes yang akan
dipraktekkan besok.
*******
Bel tanda jam sekolah usai telah menjerit (?). Usai sudah perjuanganku selama tiga tahun di
sekolah ini. Tinggal menunggu hasilnya. Jess menghampiriku di kelas dan
menyeretku menuju tempat parkir. Entah sengaja atau tidak, Jess menggandeng
lenganku bagai seorang gadis yang menggelayut manja pada kekasihnya. Aku merasa
melayang. Detak jantungku bagai berpacu disirkuit F1, cepat sekali. Aku bisa
mendengar gemuruh di dadaku, namun kuharap Jess tak mendengarnya. Oh Tuhan, aku
benar-benar jatuh cinta pada Jess. Senyumnya, tawanya, emosinya, tangisnya, dan
semua hal yang menyangkut tentangnya pasti akan membuatku tak bisa memejamkan
mataku saat malam hari. Arrghh.. aku harus mengatakannya pada Jess sebelum
terlambat. Semoga saja Jess menganggap ini tidak terlalu cepat untuk mengatakan
CINTA.
“Jess, satnite ntar malam kita jalan yuk!” Keringat
dingin mengalir dipelipisku. Aku sangat berharap Ia akan tersenyum manis dan
menganggukan kepalanya.
“Really? Why not, Za. Kita akan kemana?” Ku lihat mata
Jess berbinar saat mengucapkan kata-kata itu. Bahkan pipinya mulai di jalari
rona merah. Benar-benar menggemaskan!!
Aku hanya tertawa dan mengedikkan bahu yang menandakan tempat yang akan kami
tuju nanti malam sangat rahasia. Jess mengerucutkan bibirnya lalu memukul
bahuku pelan dan berlalu dari hadapanku.
“Hey, Nona manyun. Tunggu!!” Aku berlari mengejarnya. Setelah
berhasil mensejajarkan posisiku dengannya, aku merangkulnya. Ia tampak tersipu.
Darahku serasa mengalir lebih cepat. Entah mengapa aku sangat yakin bahwa Jess
juga menyukaiku. Hari ini aku mengantar Jess pulang.
*******
Jess merapatkan sweater pink yang dikenakannya.
Mungkin udara di Kendari Beach ini termasuk dingin. Walau tak sedingin kota
Bandung tentunya. Sementara aku sibuk mengusap-usap bahuku yang terasa beku.
Saking senangnya bisa jalan bersama Jess, aku sampai lupa membawa jaketku. Tapi
tak apa, menatap wajah Jess sudah cukup untuk membuat suhu badanku meningkat
beberapa derajat.
“Za, dingin juga ya di sini.” Jess merapatkan badannya
ke arahku yang sedang menatap debur ombak demi mengalihkan perhatianku dari
Jess.
“Ehmm.. Iya. Oh ya.
Jess, kamu percaya ungkapan jatuh cinta pada pandangan pertama?” Aku
menggenggam tangan Jess namun pandanganku tetap mengarah pada debur ombak. Jess berbalik menatapku heran. Oh God! Aku
bisa merasakan suhu tubuhnya meningkat. Dan seandainya cahaya lebih terang,
pasti akan terlihat wajahnya yang memerah.
“Pernah. I have been felt just fall in love to someone
special on the first sight. And I still love him right now.” Jess menarik
lembut tangannya dari genggamanku lalu memalingkan wajahnya memandang
orang-orang yang lalu lalang. Aku sedikit shock mendengar pernyataannya. Jadi,
Ia sudah memiliki orang yang Ia sayangi. Aku pun mengurungkan niatku untuk
mengungkapkan perasaanku padanya. Aku kecewa. Biarlah ku pendam saja rasaku
ini.
*******
Aku melirik jam tangan yang melingkar dipergelangan
tanganku, sudah pukul 7.30. Tak seperti biasanya Jess belum juga muncul dari
rumahnya. Aku gelisah menunggu didepan gerbang rumahnya. Memang sejak pulang
dari Kendari Beach semalam Jess tak bisa kuhubungi. Sms yang ku kirim selalu
pending. Ku coba juga hubungi nomornya tetapi tidak aktif. Kemana gadis anehku
itu? Tak taukah Ia bahwa aku merindukannya. Oh tidak.. Aku bahkan sangat-sangat
merindukannya.
“Selamat pagi, Mas Reza. Nunggu nona Jessicca ya? Maaf
sebelumnya. Mas. Tapi, nona Jessicca sudah berangkat ke Jepang tadi malam. Dia memutuskan
buat ikut nyonya kesana.” Satpam rumah Jess memberiku berita yang cukup
membuatku jantungan pagi-pagi begini.
“Jess, setega itukah Lo sama gue? Kalaupun Lo gak bisa
suka sama gue, setidaknya biarin gue tetap disamping Lo. Supaya gue punya
semangat untuk hidup, Jess. Enggak kayak sekarang ini.” Aku menundukan
kepalaku, berusaha menahan cairan bening yang hangat ini agar tak jatuh. Tapi
tak bisa. Tangis ini tak bisa ku bendung lagi. Arrgghh.. Aku butuh hiburan
sekarang.
*******
*5 tahun kemudian, 9 Agustus 2013*
“Brengs*k!! Lo tuh berubah tau gak. Lo bukan lagi Reza
yang dulu gue kenal waktu OSPEK SMA. Reza yang kalem, baik dan pinter. Sekarang,
Lo gak lebih dari seorang bajing*n. gue benci Lo, Za.” Ratri menangis dan
menamparku. Aku hanya terkekeh geli seraya memegang pipiku yang terasa memanas.
“Bukan gue yang bajing*n. tapi Elo yang murahan, nona
Ratri. Cihh” Aku meludah tepat dihadapan Ratri. Kemudian meninggalkannya dalam
keadaan histeris dan mengucap sumpah serapah.
Yupz. Aku sekarang adalah seorang polisi muda, polisi
muda yang bajing*n. Aku suka mempermainkan perempuan. Ratri telah menjadi salah satu dari
sekian gadis yang ku permainkan. Dan tadi Ia baru saja memergoki aku tengah
menggandeng gadis lain yang lebih cantik darinya. Itu hanya bagian dari
ekspresi sakit hatiku pada Jess. Balas dendam? Ya. Bisa dikatakan demikian. Aku
melampiaskan dendamku pada gadis lain yang sebenarnya tak bersalah, mereka
kuanggap Jess. Mungkin banyak yang berpikir aku sangat kejam. Tapi aku tak
perduli. Tohh mereka tak pernah tau rasanya jadi aku. Jess itu cinta pertamaku
dan Ia pergi meninggalkan aku bahkan tanpa sepatah kata pun. Bisa bayangkan bagaimana
hancurnya hatiku kan? Rasanya seperti disayat menggunakan silet tipis yang
begitu tajam, kemudian disiram dengan air. Air garam tentunya. Perih. Sangat
perih.
*******
Sore ini aku berada ditaman kota untuk me-refresh
otakku yang terasa penat. Aku bersiul riang membayangkan gadis-gadis cantik
yang bisa kutemui disini. Oh God. Korban baru lagi. Ckck. Aku berjalan menunduk
seraya menendang kerikil yang seakan menghalangi langkahku. Tiba-tiba saja..
Brukk…. Aku terjatuh akibat tubuhku secara tak sengaja
ditabrak oleh seseorang. Aku mengepalkan tangan. Bersiap untuk bangkit dan
memaki ataupun bersiap untu berpura-pura kesakitan saat tau yang menabrakku
adalah gadis yang cantik. Oke, ku akui itu terlalu lebay. Tapi tak apa. aku
tersenyum jail.
“Are you okay? I’m so sorry. Tadi ada yang dorong aku
dari belakang.” Suaranya yang lembut itu terdengar bagai petir di telingaku.
Aku mengenalinya. Ya, itu suaranya. Suara Jess. Aku mendongak untuk memastikan.
“Jessicca?” Mata gadis itu membulat saat melihat wajahku.
Apa aku tampak seperti hantu? Tentu tidak. Hanya saja sekilas aku melihat
wajahnya berubah sayu. Ada perasaan bersalah terselip dimatanya. Ia menarik
tanganku menuju mobilnya. Dan anehnya aku pun tak berusaha menolak atau meminta
penjelasan atas “penarikan tangan sepihak” yang dilakukannya. Ditengah
perjalanan, aku juga tak mengeluarkan sepatah kata pun. Mendadak aku jadi bisu.
Kemana Ia membawaku? Jess menghentikan mobilnya digarasi sebuah rumah. Hey
tunggu! Ini kan rumahnya. Untuk apa Ia membawaku kesini?
*******
Reza’s POV
Ditaman
belakang rumahnya yang sunyi, aku dan Jess tengah berdiri berhadapan dengan
jarak yang tak begitu jauh. Jess memandang sendu tepat di manik mataku, seakan
menembus ke relung hatiku. Aku menarik sudut bibirku membentuk senyuman sinis.
Aku tak ingin mendengarkan penjelasan yang Jess coba ungkapkan.
“Udahlah,
Jess. Percuma Lo jelasin semuanya ke gue. Gue udah hancur. Gue udah gak pantes
buat Lo. Lo harus dapatkan cowok yang lebih baik dari Gue. Jangan ganggu gue,
Jess. Jangan harapkan gue lagi. Udah cukup gue hancur karena Lo. Anggep aja Lo
gak pernah kenal sama gue. Anggep gue udah mati.” Jess menundukan kepalanya.
Tampaknya Ia tak sanggup lagi menahan sungai tangisan yang sejak tadi
dibendungnya. Butiran bening mengalir deras dipipinya yang tetap chubby seperti
dulu. Aku mengalihkan pandanganku. Aku tak sanggup melihat Jess menangis
dihadapanku. Sejujurnya, aku masih mencintai Jessicca. Bahkan hingga kini aku
masih tak bisa melupakannya. Aku mengepalkan tanganku, berusaha menahan diriku
agar tak memeluk Jess. Ingin rasanya ku
hapus air mata yang merusak wajah cantiknya. Tapi, masih terbayang diingatanku
saat Jess pergi tanpa kata perpisahan padaku. Dan selama 5 tahun, Jess tak
memberi kabar padaku. Kini, Jess kembali muncul. Mengatakan kalau dulu Ia juga
menyukaiku dan mengharap aku masih memberi kesempatan untuknya. Sayangnya, Jess
tak pernah tau betapa sakit hatiku karena terlalu merindukannya. Tawa lucunya,
senyum manisnya dan raut wajah marahnya selama sebulan tak bisa ku lupakan
begitu saja.
Aku
menggigit bibirku sendiri. Pandanganku mulai buram. Tuhan! Aku gak mau menangis
disini. Tidak didepan Jess. Dengan cepat aku membalikkan tubuhku dan berlalu
dari hadapan Jessicca. Meninggalkan sosoknya yang tengah diselimuti oleh kabut
kesedihan. Sendirian!!
Jessicca’s
POV
Begitu
Reza menghilang dibalik pintu rumahku, aku merasa kakiku tak cukup kuat lagi
untuk menopang tubuhku. Aku jatuh terduduk, meraasa lumpuh sementara. Tak
pernah ku bayangkan bahwa perubahan pada diri Reza begitu besar. Ku pikir Ia
mau mengerti dengan keadaanku. Tapi ternyata, kesalahanku begitu besar.
Begitu
dalamkah luka yang telah ku goreskan di hati Reza? Hingga Reza tak mau
memberiku kesempatan bahkan hanya untuk menjelaskan alasan mengapa aku
menghilang begitu saja dari hidupnya. Tiba-tiba terlintas sebuah ide gila
dibenakku. Mengikuti kemana pun Reza pergi!! Ide itu membakar kembali api
semangatku yang surut. Aku bangkit perlahan, menyeka air mataku. Aku merogoh
saku celanaku dan mengambil handphoneku. Mengetikkan beberapa kalimat disana
lalu mengirimnya untuk Reza.
*******
Reza’s
POV
“Gue takut Lo jauh dari gue. Dari dulu sampe
sekarang selalu begitu. Gue mau Lo disini, nemenin gue setiap saat. Gue gak
akan sia-siain Lo lagi, Za. Gue sayang banget sama Lo. Tanpa Lo, gue bakal
MATI. –Jessicca-”
Aku
membuang hapeku ke ranjang setelah membaca sms yang dikirimkan oleh Jess.
“CK.
Kenapa pake tulis mati segala sihh? Bikin merinding aja. Dasar aneh. Tau nomor
gue darimana lagi tuh anak?” aku mengumpat dalam hati dan mengambil figura yang
ada diatas rak bukuku. Fotoku dan Jess! Saat itu Jess tengah tertawa manja di
pelukanku. Manis sekali. Terlalu mesra hanya untuk jadi sekedar sahabat. Aku
menatap potret masa lalu. Tanpa ku sadari, air mata mulai membasahi pipiku.
“Jess,
gue kangen banget sama Lo. Kenapa Lo gak coba ngerti, Jess? Kenapa?” Samar-samar
aku menggumam diantara sedu-sedanku itu. Orang gila pun tau kalau aku tengah
menangisi takdirku!
*******
*10
Agustus 2013*
Aku
melangkahkan kakiku dengan santai. Hari ini aku akan menuju ke tempat kerjaku.
Aku mendapat telepon dari Bripda Anisa bahwa akan ada razia yang dilakukan oleh
Polres Kendari. Namun, saat akan membuka pintu mobil, mataku melihat ada sebuah
kotak merah berpita kuning yang tampaknya sengaja diletakkan oleh seseorang diatas
kap mobilku. Aku mengernyitkan dahi dan membuka kotak itu dengan penuh rasa
penasaran. Oh God!! Isi dari kotak itu membuatku murung. Aku menemukan sebuah
miniatur tentara yang sedang berdiri tegap dengan gagahnya seraya memegang
senjata. Itu benda favoriteku. No. No. bukan itu yang membuatku tertarik.
Melainkan sebuah note kecil yang disisipkan disana, ada yang membuat hatiku
tergerak ingin membacanya.
“ Bripda Muhammad Reza Anugrah. Gue tau sekarang Lo
adalah
seorang polisi muda. Tapi, gue Yakin Lo masih suka
sama boneka ini. Please, don’t forget me! –Jess-“
Seketika
aku tercekat. Aku tak pernah menyangka kalau Jess masih tetap mengingat hal
sekecil itu. Aku pikir Jess sudah melupakan segalanya tentangku.
“Thanks,
Jess.” Ketusku seraya melempar kotak itu ke jok belakang. Mobilku melaju
perlahan menuju jalanan. Ikut berbaur bersama mobil yang lain dan pengemudinya
yang mungkin tak tertekan sepertiku.
*******
“Selamat
siang, Bripda Reza. Ada paket kiriman untuk anda? Apa bisa saya bawa masuk ke
ruangan anda?” Anisa, Polwan manis yang sedang piket bertanya padaku dengan
nada sopan melalui sambungan telepon. Aku memang jarang mau menemui seseorang
saat aku sedang berada diruanganku, apalagi setelah melakukan razia seperti
ini.
“Hmm..
Boleh lah. Bawa saja masuk.” Pintaku pada Anisa.
Tok..
Tok.. Tok..
“Masuklah.
Pintunya tidak dikunci.” Jawabku pelan. Kemudian dari balik pintu muncullah
seorang Polwan cantik membawa kotak merah berpita kuning. Wajahku memucat. Hey,
kenapa? Itu hanya Bripda Anisa. Bukan, bukan. Bukan Bripda Anisa yang membuatku
seperti ini. Tetapi, paket kiriman yang sedang dipegangnya saat ini. Paket itu
adalah kotak yang sama dengan kotak yang ku temukan tadi pagi diatas kap
mobilku. Jangan-jangan kiriman dari Jess lagi. Bripda Anisa tampak panic
melihat wajahku yang seputih kertas.
“Bripda
Reza, anda baik-baik saja kan?” aku mengangguk perlahan mendengar pertanyaan
dari Bripda Anisa. Lalu dengan isyarat tangan aku menyuruhnya keluar dari ruanganku.
Bripda Anisa mengerti lalu meletakkan kotak itu dimejaku sebelum Ia
meninggalkanku sendirian.
“Hi, Bripda Rezaku. Lo udah makan siang? Btw,
Gue pengen ngasih novel ini ke Elo. Lo masih
Inget kan sama novel yang gue baca pas pertama
Kali gue duduk dihadapan Lo di perustakaan?
Alur ceritanya keren loh. Mirip banget sama kita.
Tapi, endingnya sedih. Semoga ending kita gak
Sedih ya, Za. Hope you like, Za. –Jess-“
Aku
mengambil novel yang ada dalam kotak tersebut. Perlahan ku buka
lembaran-lembaran yang tulisannya mulai pudar. Sesekali aku tersenyum membaca
cerita awalnya yang penuh kebahagiaan. Aku serasa kembali ke masa-masa SMA,
masa di mana aku mengenal Jess. Aku larut dalam alur cerita novel itu. Satu jam
berlalu, aku sampai melupakan waktu makan siangku demi menyelesaikan membaca
novel ini. Hingga tiba saat aku membaca ending dari ceritanya. Sungguh
menyesakkan. Benar kata Jess!! Ini sangat mirip dengan kisahku dan Jess. Ending
novel yang ku baca ini sangat tragis. Aku tak bisa membayangkan jika ini harus
terjadi padaku. Entahlah. Aku tak akan mampu memaafkan diriku sendiri. Oh, tak
terasa air mataku mengalir. Aku mengingat kembali saat-saat dimana Jess
meninggalkanku. Aku merasa pusing, pandanganku gelap. Dan aku tak ingat apa-apa
lagi.
*******
*13
Agustus 2013*
Aku
berdiri dibawah sebuah pohon yang rindang, menatap hamparan padang rumput yang
luas. Tiba-tiba, Jess sudah ada disampingku.
“Jess,
sedang apa kamu disini? Ngikutin aku yaa?” Kamu? Sejak kapan aku menggunakan
kata –kata menjijikkan itu pada Jess, biasanya aku menggunakan Lo-gue.
Entahlah. Saat ini lidahku kelu jika harus menggunakan Lo-gue pada bidadari
hidupku yang satu ini.
“Ihh..
Reza pede abis deh. Enggak kok. Jess kesini mau ketemu Reza untuk yang terakhir
kalinya atuh.” Jess menjulurkan lidahnya. Membuatku semakin gemas pada gadis
aneh ini.
“Emangnya
kamu mau kemana, Jess? Kembali ke Jepang lagi, ninggalin aku untuk yang kedua
kalinya gitu?”
“Enggak
gitu, Za.” Jess memelukku erat, seakan tak ingin melepasku lagi.
“Jess,
kau sayang padaku kan?” Tanyaku perlahan. Jess menarik tubuhnya dari pelukanku,
menatapku dengan tangannya yang masih
melingkar di pinggangku. Darahku berdesir. Jess menganggukan kepalanya mantap.
Lalu kembali memelukku. Aku tersenyum. Ku belai rambutnya lembut dan ku kecup
puncak kepala gadis yang selalu berhasil membuatku nyaris gila karena
merindukannya.
“Terus,
kenapa Jess mau pergi lagi?”
“Aku
gak sanggup begini terus. Aku ngerasa bersalah. Aku bukan gadis yang baik buat
kamu. Aku udah pernah ninggalin kamu, Za. Aku udah nyakitin kamu. Jadi, aku
bener-bener harus pergi. Maafin aku ya, Za. Aku sayang banget sama kamu.
Aishiteru!!” Jess mendorong tubuhku hingga aku terjatuh lalu berlari menjauhiku
seraya menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Aku berusaha lari mengejarnya.
Namun, tak ada tanda-tanda bahwa ada orang lain ditempat ini. Aku sendirian.
Aku tak percaya ini. Aku terus berlari hingga aku jatuh pingsan karena
kelelahan.
*******
Sinar
matahari serasa mengiris kedua bola mataku. Aku mencium bau obat-obatan
diruangan serba putih ini. Aku mencoba menggerakkan tangan kananku, tapi sangat
berat. Mataku menangkap sosok gadis yang tertidur sambil menggenggam tanganku.
Aku mengelus rambutnya. Ia menggeliat perlahan, nampaknya Ia terusik.
“Reza,
Lo udah bangun. Tunggu, gue panggil dokter dulu.” Gadis itu memekik riang lalu
meninggalkan aku yang terpaku. Tak lama berselang, seorang dokter muda
menghampiriku.
“Selamat
pagi, Tuan Reza. Maaf, saya harus memeriksa keadaan anda.” Dokter muda itu
mengeluarkan stetoskopnya dan mulai memeriksa keadaanku. Aku hanya terdiam.
“Oh,
kondisi anda cukup baik sekarang. Besok mungkin anda sudah boleh pulang.”
“Apa
yang terjadi pada saya, Dok? Kenapa saya bisa ada disini?” aku bertanya dengan
nada heran. Dokter itu tersenyum ramah.
“3
hari yang lalu Bripda Anisa menemukan anda dalam keadaan pingsan diruangan
anda, Tuan Reza. Tampaknya anda mempunyai beban pikiran yang membuat kondisi
anda begitu buruk. Setelah ini, jangan terlalu banyak pikiran dulu ya.” Dokter
itu berlalu dari hadapanku.
“Jadi,
gue udah pingsan selama 3 hari. Hebat! Gara-gara baca novel itu, gue jadi inget
masa lalu. Terus, yang tadi dipadang rumput itu apa? Mimpi kah? Apa maksudnya
semua itu?” Aku mengoceh sendiri. Hingga dari balik pintu muncul seorang gadis yang
selama ini menghantui pikiranku. Jessicca!
“Hai.
You look so cute now” Tiba-tiba saja gadis aneh itu mengangkat jari telunjuk
dan jari tengah untuk memberiku tanda damai. Sial!! Gadis ini bahkan memujiku
saat aku merasa telah menjadi mayat hidup seperti ini.
“Really?
I think not so. Like a zombie.” Jess menyeringai mendengar perkataanku yang ku
rasa agak ketus padanya.
“Lebih
baik Lo pergi sekarang. Jangan pernah lagi Lo hadir dihidup gue, gue akan
semakin sakit kalo Lo ada disini.” Aku meneruskan kata-kataku saat melihat Ia
begitu bahagia bisa mendengar suaraku. Ku lihat matanya berkaca-kaca.
“Tapi…”
“Gue
gak mau denger tapi-tapian. Pergi sekarang. PERGIII!!!” Jess menatapku. Airmata
mengalir dipipinya.
“Gue
belum nyerah. Besok gue datang lagi.” Aku masih bisa mendengar kata-katanya
walau Ia tampak sedang berbisik. Aku membalikan badanku membelakanginya. Aku
harap Ia tak akan mendengar isak tangis yang sejak tadi ku tahan. Ku dengar Ia
melangkah keluar dari kamar rawatku. Langkahnya semakin menjauh di koridor
rumah sakit yang lengang. Aku menggigit bibirku untuk menahan teriakan yang
benar-benar ingin ku keluarkan.
*******
*16
Agustus 2013*
Aku
melangkah keluar dari rumah sakit. Untung saja gadis aneh itu belum muncul
sehingga tak ada yang mengacaukan awal hariku. Namun, ada rasa aneh merambat
dihatiku. Aku merindukannya sekarang. Merindukan sosoknya yang selalu mencoba
membuat hari-hariku menjadi rancu. Bahkan sekarang aku tersenyum sendiri saat
mengingat tingkahnya. CK.
Tunggu
dulu! Ku pikir aku baru saja bersyukur sekaligus merasa kehilangan karena
ke-tiada-annya. Mengapa sekarang Ia bisa berdiri didepanku?
“Ohayou
gozaimasu. Ogenki desuka?” Gila!! Ia tersenyum menyapaku dengan bahasa asing
yang tak ku mengerti sama sekali. Benar-benar gadis aneh!! Senyuman dan sapaan
anehnya itu sukses membuat mataku membulat. Ia menyadari kekonyolannnya seraya
terkekeh kecil dan menggaruk kepalanya.
“Hey
gadis aneh!! Sudah berulang kali gue bilang sama Lo, jangan pernah hadir di
hidup gue lagi. Lo gak ngerti bahasa Indonesia hah? Ohh.. Mungkin gue harus
make bahasa aneh juga supaya Lo ngerti. Ya, ya. Itu option yang tepat. Gue
minta sekali lagi, Lo pergi.” Emosiku mencapai puncaknya. Aku memang
merindukannya, tapi aku juga muak melihat wajah cantiknya. Aku muak melihat
bayangan masa lalu dimatanya. Wajahnya tampak pias, pucat bagai tak ada darah
yang mengalir disana. Ia terisak menyadari luapan emosiku.
“Pergi
atau Lo gak bakal pernah liat gue lagi.” Aku membentak Jess, gadis anehku dulu.
Ya, dulu. Sekarang bukan lagi. Aku melihatnya tak juga bergeming dari tempatnya
berpijak. Aku mendengus kesal lalu melangkah meninggalkannya.
“Rezaaaaaa!!!
Gue capek, Za. Gue udah berusaha buktiin sayang gue ke Elo. Tapi kenapa Lo
masih gak bisa maafin gue? Gue cuma mau Lo stay disini sama gue. Aishiteru,
Bripda Muhammad Reza Anugrah.” Jess berteriak didepan rumah sakit seakan tak
ada lagi manusia yang melihatnya selain aku. Aku tetap melangkah tenang. Seolah
menutup mata dan telinga, aku memilih untuk menyeberang ke tepi jalan yang
lainnya agar terhindar dari aksi gila gadis aneh bernama Jess. aku sama sekali
tak menyadari kalau Jess mengejarku.
“Reza!!
Tunggu gu--“
Cittt…
Brakk..
“Aaaaaaaarrgghh“
“Jessicca.”
Lirihku. Aku berbalik melihatnya! Melihat tubuh Jess yang telah terhempas dijalanan, berselimutkan darah. Aku
tak percaya dengan apa yang barusan ku lihat. Gadis yang ku cintai dihantam
kasar oleh sebuah Avanza berwarna silver yang melaju kencang. Kejadian itu
tepat didepan mataku namun aku tak mampu menolong gadisku. Aku melempar koperku
begitu saja dan segera berlari kearah orang-orang yang berkerumun disekeliling
Jess.
“Jess,
gue udah disini, nemenin Lo. Lo bangun dong. Ketawa lagi, senyum lagi, buat gue
marah lagi, please. Gue janji, gue gak bakal cuekin Lo, gak bakal bentak Lo
lagi deh. Please, Jess. Gue sayang sama Lo. Jangan tinggalin gue. Peluk gue,
Jess. peluk gue, Jessiccaaaa!!” Aku mengguncang tubuhnya. Jess membuka mata
perlahan. Ia masih hidup. Aku tau ia tak akan meninggalkanku. Jess berusaha
tersenyum walau ku tau Ia menahan sakit disekujur tubuhnya. Ia gadis paling
tegar yang pernah ku kenal. Jess menghapus airmataku lembut.
“Za,
makasih. Jangan nangis, Za. Buat gue,
tau Lo masih sayang sama gue aja udah bikin gue seneng. Gu- gue sa-ya-ng sa-ma
Lo, Za.” Tangan Jess yang tadi mengusap pipiku terkulai lemas. Tim medis
terlambat, Jess telah pergi. Aku meraung histeris. Memeluk tubuh Jessicca yang
telah ditinggalkan oleh rohnya. Orang-orang menatapku iba. Aku tak peduli apa
yang mereka katakan. Yang ingin ku dengar sekarang hanya suara Jess. aku
berharap semua ini hanya mimpi.
And we were letting go of something special
Something we’ll never have again
I know, I guess I really really know
Well hey.. So much I need to say
Been lonely since the day
The day you went away
So sad but true
For me there’s only you
Been crying since the day
The day you went away
(M2M – The Day You Went Away)
*******
Seusai
pemakaman Jess, aku membuka kotak merah berpita kuning lusuh yang kutemukan
ditasnya saat tabrakan itu terjadi. Kali ini, isinya adalah miniatur tentara dan dokter wanita yang sedang
bergandeng tangan. Aku yakin miniatur
ini melambangkan aku dan Jess. Karena aku baru saja mengetahui kalau
Jess telah berhasil menjadi seorang dokter. Aku menghapus air mataku yang
menetes. Tanganku bergetar saat membuka surat yang ada didalam kotak tersebut,
aku mulai mengeja kata demi kata.
“Bripda Reza. Lo tau, ngikutin Lo itu
ternyata capek juga ya?
Tapi, demi buktiin sayang gue ke Elo, gue rela kok.
Gue
emang salah udah ninggalin Lo tanpa pamit. Tapi gue
punya alasannya, Za. Jadi gini, waktu pulang dari
Kendari
Beach malam itu, Bunda langsung ngajak gue ke Jepang
karena ada pekerjaan Ayah yang harus dilakukan disana
selama
5 tahun. Gue terpaksa ikut mereka. Apalagi Bunda udah
ngurus surat pindah gue. Di bandara, tas gue
dijambret. Hape
gue ada didalam tas itu, Za. Maka dari itu gue gak ngasih
kabar
ke Elo. Disana, gue coba nyari Lo di jejaring sosial.
Tapi
gak ada. Karena gue tau Lo gak pernah mau punya akun
Facebook ataupun Twitter, Lo pernah bilang jejaring
sosial
gak penting buat Lo. Gue kehilangan semangat, Za.
Asal Lo tau, hati gue gak pernah terbagi. Dari dulu
sampe
sekarang, cuma ada Lo di hati Gue. Lo gak tergantikan,
Za.
Gue gak peduli gimana Lo sekarang. Yang gue pengen,
kita
kayak dulu lagi. Ketawa bareng, nangis bareng. Za,
please balik sama gue. Watashi wa anata o aishite, Za.
-dr. Jessicca Assyaffa-”
Kontan
wajahku memucat, tangisku pecah seketika. Aku menyesal. Bahkan sangat-sangat
menyesal tak pernah mau mendengarkan penjelasannya. Saat itu, aku menyadari
Jess telah menjadi korban keegoisanku. Alur cerita novel favorite Jess dan
mimpiku saat aku pingsan dirumah sakit telah menjadi kenyataan. Seandainya aku
mau mendengar penjelasan Jess. Seandainya aku tak egois. Seandainya aku mau
menunggu Jess menyeberang jalan. Seandainya….
*******
*16
Agustus 2014*
Hari
ini aku sedang jalan-jalan di taman kota. Aku baru saja pulang dari makam Jess.
Aku baru saja berjanji pada Jess untuk berubah. Aku ingin kembali menjadi Reza
yang dikenal yang kalem dan baik. Namun aku tetap tak mempunyai kekasih. Aku
tak mau ada gadis yang menggantikan tempat Jess dihatiku. Jess itu tak
tergantikan!! Aku berjalan menunduk seraya menendang-nendang kaleng softdrink
yang barusan habis ku tenggak. Suasana begitu lengang karena hujan turun
rintik-rintik. Tiba-tiba..
Brukk…
“Aww..
Basah deh” Seorang gadis yang memakai
jeans dan kaus berlengan panjang warna pink terlihat buru-buru menunduk
memungut payungnya yang terjatuh akibat benturan tubuhku. Aku masih menunggu
gadis itu menatapku, aku ingin meminta maaf. Namun saat gadis itu menunjukkan wajahnya,
“Jessicca?”
Aku menutup mulutku yang ternganga demi melihat wajah gadis itu. Gadis itu
menoleh ke kanan dan kiri. Lalu menatapku bingung. Ia menunjuk dirinya sendiri.
“Aku??”
Never mind I’ll find someone like you
I wish nothing but the best for you too
“Don’t forget me” I begged
I remember you said
Sometimes in last in love
The sometimes is hurt instead
(Adele – Someone Like You)
~The
End~